Review Drama TV, Film Movie, Musik | Resensi Buku & Cerita | Renungan Berita Terbaru

Air Mata Gumiho

Lanjutan dari Halaman 1

Ternyata, Dae Woong kalah dalam berlomba lari dengan ceweknya. Padahal, ia tadi sudah beberapa puluh meter di depan si cantik. Namun secara ajaib, tiba-tiba si gadis sudah nongol di depan hidung Dae Woong.

Gumiho tiba2 nongolPertemuan Dae Woong dengan pacarnya tak terhindarkan. Lalu seperti muda-mudi pada umumnya yang sedang pacaran, mereka pun berdialog.

Akankah adegan mesra tersaji kali ini? Mungkin iya, mungkin tidak. Kemungkinannya fifty-fifty. Dae Woong masih terlihat agak gelisah, sedangkan ceweknya masih tampak ceria.

Bidadari kita tersenyum manis. Matanya menatap hangat Dae Woong. Dengan sukacita, ia sebut lagi nama kekasihnya, “Dae Woong!”

Namun Dae Woong tak tahu diuntung. Ia tersenyum kecut. Bibirnya mengucap pelan, “Oh, kamu rupanya.” Tapi dalam hatinya, ia berseru lantang, “Aduh, sialan!”

Si cantik jelita masih menyunggingkan senyum ala bidadari. Ia pun memandang mesra kekasihnya. Aneh! Apakah dia teramat polos, sehingga tak tahu bahwa pacarnya enggan bertemu dengannya? Ataukah ia pura-pura tak tahu? Entahlah.

Dalam keceriaan, si gadis bertanya kepada Dae Woong, “Tadi kau tidak melihatku? Berulang-kali kupanggil namamu. Tidakkah kau mendengarku?”

“Tadi aku tidak melihatmu,” jawab Dae Woong dengan gesit. Ia tak mau dianggap menghindari pacarnya. “Aku sedang ditelepon,” tambahnya.

“Oke. Aku pun menduga begitu,” tukas si gadis dengan polos. Tapi kemudian ia lontarkan sepotong kalimat yang amat aneh. Isinya dingin sekali, menjurus maut. Namun ia mengucapkannya dengan sangat hangat, menjurus jenaka. Begini kata-katanya:

Gumiho tanya apakah Dae Woong pura2

“Kecuali kau ingin mati, kau takkan pura-pura tidak melihat atau mendengarku. Begitu, ‘kan?”

“Ya iyalah,” jawab Dae Woong dengan gagah. Tapi, ia tak berani mengarahkan pandangan matanya kepada pacarnya. Pada rona wajah Dae Woong, tergambar rasa ngeri dan putus asa. Seolah-olah dadanya tergoncang gempa sebesar 8 pada skala Richter, dan ia tak tahu musti lari ke mana untuk menyelamatkan diri. “Aku ingin hidup,” tambahnya.

Dae Woong - I want to live

“Aku ingin hidup.” Inikah alasan pribadi Dae Woong kenapa dia berbohong? Kalau begitu, apakah untuk menjadi manusia seutuhnya, kita perlu pandai berdusta?

Mungkin saja. Dulu, aku mengagung-agungkan kejujuran. Tapi belum lama ini, seusai mengikuti suatu tes kepribadian, kepalaku bagai terpukul palu sebesar kapal. Aku dinilai terlalu jujur. Aku pun disarankan untuk “sesekali berbohong”. Maka gelisahlah diriku.

Masalahnya, seperti Pinokio, aku merasa tak bisa tenang bila berkata dusta. Aku pun khawatir, kalau memenuhi saran itu, jangan-jangan aku nanti kecanduan berbohong walau menyengsarakan jiwaku. Padahal kalau selalu jujur, aku dibilang kekanak-kanakan. Kejujuran 100% pun katanya malah bisa menusuk hati orang lain. Gimana dong?

Mungkin aku perlu minta pengarahan dari Dae Woong. Tapi nanti-nanti saja. Sekarang, dia sedang merasa ketakutan dan putus harapan.

Kasihan dia. Sudah memakai kaos berlogo “Superman” di dadanya, tapi percuma. Tetap aja dia merasa lemah tak berdaya. Kalau boleh aku usul, mendingan ganti aja ama kaos merah-putih berlambang “garuda di dadaku”.

Eh, itu sih kostum timnas sepakbola Indonesia. Hubungannya apa, ya, kok aku cantumin di sini? Ngaco nih. Sorry!

Sekarang, kita kembali saja ke kisah Gumiho. Aku penasaran, mengapa sang bidadari rela berdiri menunggu di depan kampus untuk menemui pacarnya. Ada urusan penting apakah? (Bersambung ke Halaman 3.)